Jumat, 08 Mei 2015

KH. Ahmad Abrori Akwan

KH. Ahmad Abrori Akwan lahir di Bindu, Peninjauan, OKU, Sumatera Selatan pada tanggal 31 Desember 1947. Beliau adalah putra kedua dari lima bersaudara dari pasangan Kiyai Ahmad Akwan bin Hasbullah dan Nyai Sayyah binti Muhammad Sholih, keduanya adalah orang-orang yang sederhana dan taat beragama, bahkan kakek beliau, menurut cerita dari saudara dan para tetangga adalah orang yang sangat jujur dan selama hidupnya.tidak pernah berbohong. Sedangkan saudara-saudara kandung beliau adalah Qurbah, kakak beliau ini meninggal saat baru berusia satu tahun, sedangkan adik-adik beliau adalah Ahmad Nabhan, Zainuddin Amrullah, meninggal saat berusia enam tahun dan Abdillah meninggal ketika masih bayi.

Buya Abrori, begitulah masyarakat biasa memanggil, adalah seorang ulama yang kokoh, kuat dan tahan banting dalam menghadapi hidup dan kehidupan. Setelah lulus dari pendidikan Madrasah Ibtida’iyah Nurul Islam Bindu Baturaja (1955 – 1961), beliau tidak langsung meneruskan jenjang pendidikannya, tetapi beristirahat atau berhenti sementara selama setahun karena ikut orang tuanya melanglang buana yang akhirnya ikut serta membuka lahan di gerning Tegineneng Pesawaran (dulu Lampung Selatan) Lampung. Kemudian pada tahun 1963 beliau memulai pengembaraannya ke jawa dalam rangka menuntut ilmu agama, tepatnya di pondok pesantren an-Nur Lasem Rembang Jawa Tengah dalam asuhan KH. Manshur bin KH. Kholil Zuhdi, salah satu katib pribadi Syaikh Mahfudz Termas dan salah seorang dari pendiri Organisasi Nahdlotul Ulama’. Tetapi Buya Abrori hanya sebentar di Pesantren an-Nur ini. Selanjutnya beliau pindah ke Pesantren al-Hidayat Soditan Lasem Rembang Jawa Tengah, dalam asuhan waliyullah KH. Ahmad Ma’shum (mbah Ma’shum Lasem) bin Ahmad bin Abdul Karim, yaitu ayahanda mbah Ali Ma’shum Krapyak Jogjakarta.

Selama di pesantren al-Hidayat, beliau tidak cuma di tempah dengan ilmu-ilmu agama oleh mbah Ma’shum, tetapi juga tentang hidup bermasyarakat, menghadapi kehidupan dan berorganisasi. Hal ini terlihat dari seringnya beliau di ajak jalan-jalan dari desa ke desa dalam rangkah berda’wah oleh mbah Ma’shum, dan di suruh membantu mengurusi kebutuhan keluarga mbah Ma’shum, serta ikut mengurusi pondok pesantren dan anak-anak muda di lingkungan pesantren. Sehingga karena keuletan dan ketekunan beliau dalam membantu urusan keluarga mbah Ma’shum, oleh mbah Ma’shum sekeluarga, beliau dianggap seperti anak atau keluarga sendiri.

Pada tanggal 16 Agustus 1972 / 7 Rajab 1392, saat itu beliau masih nyantri di pesantren mbah Ma’shum, beliau dinikahkan oleh mbah Ma’shum dengan seorang gadis yang juga santri mbah Ma’shum, yaitu Nur Aini binti Haji Afnan Gresik. Ketika walimatul ‘urs di Gresik, beliau diakadkan kembali oleh waliyullah Mursyidut-Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah as-Syaikh Muhammad Utsman al-Ishaqi ayahanda Syaikhina wa Murobbi ruhina Ahmad Asrori Utsman al-Ishaqi RA. Kemudian pada tahun 1974 beliau pulang (“boyong”, istilah pesantren) dari pesantren mbah Ma’shum ke tempat kelahiran Istrinya, yaitu daerah Gresik, selama lima tahun. Selama di Gresik ini beliau kembali mendalami  ilmu  agama, tetapi kali ini beliau ditempah dengan ilmu tasawuf oleh Syaikh Muhammad Utsman al-Ishaqi.

Dan pada tahun 1979 atas perintah mbah Ma’shum agar beliau kembali ke Lampung dan mendirikan pesantren di lampung, maka pada tahun tersebut beliau pulang ke Gerning Tegineneng Lampung Selatan (sekarang Pesawaran) dan pada tahun 1980 beliau memulai mendirikan Pondok Pesantren yang beliau beri nama seperti almamaternya yaitu AL-HIDAYAT di Desa Gerning Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran yang sekarang menjadi YAYASAN PONDOK PESANTREN AL-HIDAYAT.

Dalam pernikahan beliau dengan Nyai Hj. Nur Aini ini oleh Allah di karuniai enam orang putra putri, yaitu. Hj. Lu’lu’ul Ma’shumah, KH. Ahmad Ma’shum Abror, KH. Rusydi Ubaidillah Abror, H. Muhammad Yusuf. S. Si, Hj. Nia Zainiah, dan Hj. Durrotun Nafisah.

Buya Abrori, selain aktif dan getol dalam mengurusi organisasi-organisasi social kemasyarakatan, beliau juga dikenal sebagai orator atau macan Podium ulung yang mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi lebih jelas dan gamblang, mudah diterima semua kalangan. Hal-hal yang berat menjadi ringan, sesuatu yang sebenarnya membosankan menjadi mengasikkan, sesuatu yang kelihatannya sepele menjadi amat penting.

Beliau Meninggal pada hari Senin 25 Juni tahun 2012 di Kedinding Surabaya, seusai mengikuti acara Chaul Masyayikh di Pondok Pesantren al-Fithroh Kedinding Surabaya. Mudah-mudahan semua kesalahan dan kekhilafan beliau di ampuni dan di hapus oleh Allah dan semua amal kebaikannya di lipat gandakan pahalanya oleh Allah, mendapatkan rohmat dan masuk ke surganya Allah. Amin.

Diantara pengalaman-pengalaman beliau dalam berorganisasi di antaranya adalah,
01.  Pernah menjadi Ketua GP Ansor Ranting Pon-Pes Lasem (1967 – 1970)
02.  Ketua Bidang Pendidikan Remaja se-Kabupaten Gresik (1977 – 1979)
03.  Sebagai Katib Syuriah PWNU Propinsi Lampung (1984 – 1989)
04.  Ketua Dewan Fatwa MUI Propinsi Lampung (1987 – 1992)
05.  Wakil Ro’is Syuriah PWNU Propinsi Lampung (1990 – 1995)
06.  Dewan Penasehat  MUI Propinsi Lampung (1992 – Sekarang)
07.  Sebagai Ro’is Syuriah PWNU Propinsi Lampung (1996 – 2002)
08.  Mustasyar PWNU Propinsi Lampung (2002 – Sekarang)
09.  A’wan Syuriah PBNU (Pengurus Besar Nahdlotul Ulama) (2005 – 2010)
10.  dan lain-lain

Demikianlah Biografi Singkat KH. Ahmad Abrori Akwan pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Al-Hidayat Gerning Tegineneng Pesawaran Lampung.