Thoharoh, Pengertian, Sarana, Macan-macam Najis dan cara mensucikannya
Thoharoh menurut bahasa adalah
bersuci atau kebersihan. Sedangkan thoharoh menurut syara’ adalah suatu kegiatan
bersuci yang bisa mengesahkan sholat, baik bersuci dari najis,
seperti istinja’, menghilangkan najis dari tempat, badan dan pakaian, atau bersuci
dari hadats, seperti wudlu’, mandi dan tayammum.
Islam menempatkan thoharoh sebagai
amalan yang sangat penting, karena diantara syarat sah sholat adalah wajib suci
dari hadats dan suci dari najis, baik tempat, badan, atau pakaian. “Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci”.
(al-Baqoroh 222).
2. Alat-Alat
Thoharoh
Alat-alat yang
di gunakan untuk bersuci (thoharoh) ada tiga, yaitu,
- Air
- Debu
- Batu
3. Macam-Macam
Air
Macam-macam Air
ada empat, yaitu,
- Air suci mensucikan, yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang masih tetap dalam keadaannya atau masih asli tidak terkena najis dan tidak bercampur dengan benda lain yang sampai merubah sifat-sifatnya. Air seperti ini boleh diminum, sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga sah untuk menghilangkan hadats, seperti air hujan, air laut, air sungai, air es, dan air sumur.
Perubahan pada air yang tidak sampai berpengaruh menjadikannya najis
dan tidak mensucikan, setidaknya ada tiga macam, yaitu,
- Air yang
berubah karena tempatnya atau tempat mengalirnya, seperti air yang berubah
karena tergenang atau mengalir di tempat yang di sepuh, di tempat yang berpasir,
berdebu, mengandung kapur, garam dan belerang.
- Air yang
berubah karena lama tidak dipakai
- Air yang
berubah karena sesuatu yang sulit terhindar darinya, seperti air yang berubah
sebab daun-daunan yang gugur dari pohon yang berada dekat dengan tempat air
itu.
- Air suci yang makruh dipakai bersuci, seperti air yang panas karena terik matahari dalam tempat logam yang terbuat dari seng, besi, tembaga, baja, alumunium yang masing-maasing benda logam tersebut bisa berkarat, karena dikhawatirkan menimbulkan penyakit. Seperti diterangkan dalam hadits riwayat Baihaqi, dari ‘Aisyah RA. “Bahwasanya ‘Aisyah telah memanaskan air di terik matahari, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Janganlah engkau berbuat demikian ya Chumairo’, karena sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit baros (kusta)””.
- Air suci tidak mensucikan, yaitu air yang dzatnya suci, boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga tidak sah untuk menghilangkan hadats. Air ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu,
- Air yang
sudah banyak berubah salah satu sifatnya sebab bercampur dengan benda-benda
yang suci, seperti air kopi, air teh dan lain-lain.
- Air
sedikit yang sudah dipakai menghilangkan hadats atau menghilangkan najis (hukmiyyah)
dan ia tidak berubah sifat-sifat serta tidak pula bertambah timbangannya.
-
Air yang
keluar dari tumbuh-tumbuhan, baik dengan cara diperas, di masak atau dengan
cara-cara yang lain.
- Air Mutanajjis (Air yang terkena najis). Air ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga tidak sah untuk menghilangkan hadats. Air ini ada dua bagian, yaitu,
-
Air sedikit
yang terkena najis baik air itu berubah sifat2nya atau tidak.
-
Air
sedikit atau banyak yang berubah salah satu sifatnya karena terkena najis.
4.
Macam-macam Najis dan Cara memcucinya
Macam- macam
najis ada tiga, yaitu,
1. Najis
Mukhoffafah. Yaitu air kencing anak laki-laki
yang belum berumur dua tahun dan belum makan atau minum apa-apa kecuali air
susu. Cara mencucinya yaitu, dengan menyiram benda yang terkena najis.
2. Najis
Mugholladzoh. Yaitu jilatan (air liur)
anjing dan kotorannya. Cara mencucinya yaitu, dengan membasuhnya tujuh kali
yang salah satunya dicampur debu.
3. Najis
Mutawassithoh. Yaitu najis-najis selain najis
mukhoffafah dan mugholladzoh, seperti, nanah, darah, muntahan, bangkai (selain
anak adam, ikan dan belalang), setiap perkara yang keluar dari qubul dan
dubur selain mani, air susu hewan yang harom dimakan selain air susu
anak adam dan perkara-perkara yang terpisah dari hewan yang masih hidup selain
bulu dan rambut hewan yang halal dimakan. Cara mencucinya yaitu, najisnya
dibuang hingga bersih dan hilang warna, bauh dan rasanya, lalu disiram air.
Apabilah sulit menghilangkan rasanya, atau warna dan bauhnya, maka sudah cukup
(suci) dengan menyiramnya saja.