KH. Ahmad Abrori Akwan
KH. Ahmad Abrori Akwan lahir di Bindu,
Peninjauan, OKU, Sumatera Selatan pada tanggal 31 Desember 1947. Beliau adalah putra
kedua dari lima
bersaudara dari pasangan Kiyai Ahmad Akwan bin Hasbullah dan Nyai Sayyah binti
Muhammad Sholih, keduanya adalah orang-orang yang sederhana dan taat beragama,
bahkan kakek beliau, menurut cerita dari saudara dan para tetangga adalah orang
yang sangat jujur dan selama hidupnya.tidak pernah berbohong. Sedangkan
saudara-saudara kandung beliau adalah Qurbah, kakak beliau ini meninggal saat
baru berusia satu tahun, sedangkan adik-adik beliau adalah Ahmad Nabhan,
Zainuddin Amrullah, meninggal saat berusia enam tahun dan Abdillah meninggal
ketika masih bayi.
Buya Abrori, begitulah masyarakat biasa memanggil, adalah
seorang ulama yang kokoh, kuat dan tahan banting dalam menghadapi hidup dan
kehidupan. Setelah lulus dari pendidikan Madrasah Ibtida’iyah Nurul Islam Bindu
Baturaja (1955 – 1961), beliau tidak langsung meneruskan jenjang pendidikannya,
tetapi beristirahat atau berhenti sementara selama setahun karena ikut orang
tuanya melanglang buana yang akhirnya ikut serta membuka lahan di gerning
Tegineneng Pesawaran (dulu Lampung Selatan) Lampung. Kemudian pada tahun 1963
beliau memulai pengembaraannya ke jawa dalam rangka menuntut ilmu agama,
tepatnya di pondok pesantren an-Nur Lasem Rembang Jawa Tengah dalam asuhan KH.
Manshur bin KH. Kholil Zuhdi, salah satu katib pribadi Syaikh Mahfudz Termas
dan salah seorang dari pendiri Organisasi Nahdlotul Ulama’. Tetapi Buya Abrori
hanya sebentar di Pesantren an-Nur ini. Selanjutnya beliau pindah ke Pesantren al-Hidayat
Soditan Lasem Rembang Jawa Tengah, dalam asuhan waliyullah KH. Ahmad Ma’shum (mbah
Ma’shum Lasem) bin Ahmad bin Abdul Karim, yaitu ayahanda mbah Ali Ma’shum
Krapyak Jogjakarta.
Selama di pesantren al-Hidayat, beliau tidak
cuma di tempah dengan ilmu-ilmu agama oleh mbah Ma’shum, tetapi juga tentang
hidup bermasyarakat, menghadapi kehidupan dan berorganisasi. Hal ini terlihat
dari seringnya beliau di ajak jalan-jalan dari desa ke desa dalam rangkah
berda’wah oleh mbah Ma’shum, dan di suruh membantu mengurusi kebutuhan keluarga
mbah Ma’shum, serta ikut mengurusi pondok pesantren dan anak-anak muda di
lingkungan pesantren. Sehingga karena keuletan dan ketekunan beliau dalam
membantu urusan keluarga mbah Ma’shum, oleh mbah Ma’shum sekeluarga, beliau
dianggap seperti anak atau keluarga sendiri.
Pada tanggal 16 Agustus 1972 / 7 Rajab 1392, saat
itu beliau masih nyantri di pesantren mbah Ma’shum, beliau dinikahkan oleh mbah
Ma’shum dengan seorang gadis yang juga santri mbah Ma’shum, yaitu Nur Aini
binti Haji Afnan Gresik. Ketika walimatul ‘urs di Gresik, beliau diakadkan
kembali oleh waliyullah Mursyidut-Thoriqoh Qodiriyyah Naqsyabandiyyah as-Syaikh
Muhammad Utsman al-Ishaqi ayahanda Syaikhina wa Murobbi ruhina Ahmad Asrori Utsman
al-Ishaqi RA. Kemudian pada tahun 1974 beliau pulang (“boyong”, istilah
pesantren) dari pesantren mbah Ma’shum ke tempat kelahiran Istrinya, yaitu
daerah Gresik, selama lima
tahun. Selama di Gresik ini beliau kembali mendalami ilmu agama,
tetapi kali ini beliau ditempah dengan ilmu tasawuf oleh Syaikh Muhammad Utsman
al-Ishaqi.
Dan pada tahun 1979 atas perintah mbah Ma’shum
agar beliau kembali ke Lampung dan mendirikan pesantren di lampung, maka pada
tahun tersebut beliau pulang ke Gerning Tegineneng Lampung Selatan (sekarang
Pesawaran) dan pada tahun 1980 beliau memulai mendirikan Pondok Pesantren yang
beliau beri nama seperti almamaternya yaitu AL-HIDAYAT di Desa Gerning
Kecamatan Tegineneng Kabupaten Pesawaran yang sekarang menjadi YAYASAN PONDOK
PESANTREN AL-HIDAYAT.
Dalam pernikahan beliau dengan Nyai Hj. Nur
Aini ini oleh Allah di karuniai enam orang putra putri, yaitu. Hj. Lu’lu’ul
Ma’shumah, KH. Ahmad Ma’shum Abror, KH. Rusydi Ubaidillah Abror, H. Muhammad
Yusuf. S. Si, Hj. Nia Zainiah, dan Hj. Durrotun Nafisah.
Buya Abrori, selain aktif dan getol dalam mengurusi
organisasi-organisasi social kemasyarakatan, beliau juga dikenal sebagai orator atau macan Podium
ulung yang mampu mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi lebih jelas
dan gamblang, mudah diterima semua kalangan. Hal-hal yang berat menjadi ringan,
sesuatu yang sebenarnya membosankan menjadi mengasikkan, sesuatu yang
kelihatannya sepele menjadi amat penting.
Beliau Meninggal
pada hari Senin 25 Juni tahun 2012 di Kedinding Surabaya, seusai mengikuti
acara Chaul Masyayikh di Pondok Pesantren al-Fithroh Kedinding Surabaya.
Mudah-mudahan semua kesalahan dan kekhilafan beliau di ampuni dan di hapus oleh
Allah dan semua amal kebaikannya di lipat gandakan pahalanya oleh Allah,
mendapatkan rohmat dan masuk ke surganya Allah. Amin.
Diantara
pengalaman-pengalaman beliau dalam berorganisasi di antaranya adalah,
01. Pernah menjadi Ketua GP
Ansor Ranting Pon-Pes Lasem (1967 – 1970)
02. Ketua Bidang Pendidikan Remaja se-Kabupaten Gresik (1977 – 1979)
03. Sebagai Katib Syuriah PWNU Propinsi Lampung (1984 – 1989)
04. Ketua Dewan Fatwa MUI Propinsi Lampung (1987 – 1992)
05. Wakil Ro’is Syuriah PWNU Propinsi
Lampung (1990 – 1995)
06. Dewan Penasehat MUI Propinsi Lampung (1992 – Sekarang)
07. Sebagai Ro’is Syuriah PWNU Propinsi
Lampung (1996 – 2002)
08. Mustasyar PWNU Propinsi Lampung
(2002 – Sekarang)
09. A’wan Syuriah PBNU (Pengurus Besar
Nahdlotul Ulama) (2005 – 2010)
10. dan lain-lain
Demikianlah Biografi Singkat KH. Ahmad Abrori
Akwan pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Al-Hidayat Gerning Tegineneng Pesawaran
Lampung.