Islam, Seni Mengelola Perbedaan
Wartawan Buletin ICIS, M. Arief Hidayat,
berkesempatan berdiskusi banyak hal dengan KH. MAIMUN ZUBAIR yang
ditemui saat berada di Jakarta beberapa waktu yang lalu, Pengasuh Pondok
Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang Jateng ini, mengemukakan pandangannya bahwa
“Perbedaan adalah rahmat” bukanlah selogan semata. Menurut beliau, jika
perbedaan itu dikelola dengan baik, niscaya akan tercipta perdamaian, bukan
pertengkaran atau perselisihan. Demikian pula perbedaan dikalangan umat Islam,
tak sepatutnya menjadi sumber perpecahan.
Bagaimana konsep perdamaian menurut
Ahlussunnah wal Jama’ah?
Terlebih dahulu harus diketahui apa Ahlussunnah
wal Jama’ah itu. Sunnah adalah Sunnah Rasul. Jama’ah ialah jama’ah para
sahabat. Di jaman para sahabat itu tidak ada Ijtihad, tetapi mengikuti satu
kata (Hadits). Mereka adalah para Khulafa. Islam yang asli itu memang damai.
Jadi tidak ada perang. Islam itu dikatan assilmi ma’nanya ialah
perdamaian, Udkhuluu Fisilmi Kaffah, tidak pakai kata Islam tetapi assilmi,
dan sudah menunjukkan bahwa perdamaian itu yang asli. Damai itu berarti tidak
ada perang, yang ada adalah kerjasama, sesuatu yang membuat dan mengarah kepada
keamanan, ketertiban, kesejahteraan. Sebab Nabi terakhir, Nabi Muhammad itu
mambawa perdamaian. Jadi perdamaian itu adalah yang asli. Nabi itu berda’wa
dengan perdamaian. Apa yang disebut Peristiwa Hudaibiyah, yang kemudian oleh
Nabi dibuat sebagai kesempatan untuk berda’wa kemana-mana, mengirimkan delegasi
ke Romawi, ke Persia
dan sebagainya. Kemudian Nabi membina kota
Madinah, kota
kecil namun pengaruhnya besar bagi perdamaian dan membawa misi kemana-mana.
Tradisi saling menukar (mengirim) utusan itu dimulai oleh Nabi. Sebelum Nabi
tidak ada. Kemudian Nabi mendapat banyak hadiah dari para raja didunia. Sampai
ada kata bahwa Nabi menaiki onta atau kuda yang terbaik karena mendapat hadiah
dari para raja. Kemenangan Nabi itu saja karena ada perdamaian, bagi kawasan
jazirah Arab maupun di luar jazirah Arab.
Bagaimana dengan orang atau kelompok yang
mengaku pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah namun seringkali memicu konflik atau
peperangan?
Itu kan perbuatan orang, dan itu tidak bisa
dibuat ukuran. Yang bisa dibuat ukuran adalah syari’at dan ajaran Nabi. Kalau
orang sekedar mengaku pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah tapi prilakunya tidak
sesuai, ya, tentu pengakuannya tidak bisa diterima. Mesti dilihat dari
prilakunya, atau apa yang tersirat dari prilakunya itu.
Contohnya, konsep jihad yang bagi sebagian kalangan
ditafsirkan sebagai perang fisik. Bagaimana pendapat Kiyai?
Tidak bisa. Jihad itu artinya mencurahkan
seluruh tenaga untuk kepentingan kemaslahatan pribadi maupun umum/masyarakat.
Nabi sendiri mengatakan bahwa jihad itu adalah memerangi hawa nafsu. Saat
kembali dari satu medan
pertempuran. Nabi mengatakan bahwa dirinya sedang menuju sebuah jihad yang
besar, yaitu memerangi hawa nafsu, mengendalikan perbuatan yang tidak baik. Jihad
itu juga bisa diartikan mencurahkan segala tenaga untuk menyebarkan agama
Islam. Menyebarkan agama Islam itu yang pertama harus dilakukan dengan ilmu
pengetahuan. Kalau tidak mempunyai ilmu pengetahuan, ya, tidak bisa menyebarkan
Islam. Jihad yang sungguh-sungguh itu dilakukan setelah mengerti masalah agama.
Kalau sudah memenuhi syarat itu, tentu tidak akan ada kesimpangsiuran
(kesalahpahaman). Jadi hal terpenting yang harus kita ketahui bahwa jihad itu
adalah berjuang. Anda menulis berita, lalu disebar luaskan ke masyarakat dan
dibaca banyak orang, itu juga termasuk jihad, sebab jihad itu dari kata
al-Juhdu yang ma’nanya mengerahkan seluruh tenaga (untuk sesuatu yang baik atau
bermanfaat).
Berarti ada salah penafsiran. Lalu, apa yang
harus dilakukan agar teks-teks agama itu tidak di salah tafsirkan ?
Nah itu adalah kewajiban para ulama, kewajiban
para cendekiawan, orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk memberikan
pengertian kepada umat. Seperti yang dilakukan Nabi pertama kali adalah memberi
pengertian kepada umat, agar umat tahu mana yang benar dan mana yang salah.
Soal umat mau melaksanakan atau tidak, itu terserah pada umat. Yang terpenting
bagi ulama dan cendekiawan adalah memberikan pengertian. Itulah yang disebut
dengan amar ma’ruf nahi munkar.
Konsep amar ma’ruf nahi munkar sendiri banyak ditafsirkan sebagai tindakan
kekerasan untuk menghentikan kemunkaran, kejahatan, ketidak adilan, kema’siatan
dan sebagainya. Seperti yang dilakukan beberapa kelompok Islam di Indonesia. Bagaimana
pendapat Kiyai?
Itu kan kelompok atau organisasi tertentu saja.
Ya, organisasi saja. Tidak ada kaitannya dengan teks agama. Dan biasanya,
organisasi itu lebih menonjolkan diri sendiri. Maka umat Islam harus diadakan
persatuan, baik yang ada di dalam organisasi maupun yang perorangan. Kan tidak semua umat
Islam tergabung dalam organisasi tertentu, telah mencakup umat Islam secara
keseluruhan. Tapi, Islam mencakup seluruh umat Islam. Islam itu tidak hanya
untuk umat Islam sendiri, melainkan untuk seluruh umat manusia. Contoh, seperti
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Nabi mendirikan kota/Negara madinah.
(kota/Negara) ini kecil dibandingkan Mekah. Tetapi Nabi juga menjalin hubungan
dengan Negara-negara lain, sehingga Nabi mendapat sambutan yang baik. Itukan
karena kebaikan Nabi, karena Nabi menjalin persahabatan dengan Negara lain,
dengan umat selain umat Islam. Jadi, sekarang seharusnya juga demikian. Negara
mayoritas muslim seperti di Indonesia, semestinya tidak hanya bersahabat dengan
Negara Islam. Tetapi juga Negara-negara lain yang ada di dunia ini.
Tidak jarang factor perbedaan agama, perbedaan
keyakinan, perbedaan pemikiran, menjadi pemicu konflik. Satu agama tapi beda
paham, bisa menjadi pemicu konflik Apa masalah sebetulnya?
Ya, umat Islam memang bisa bersatu, bisa juga
berkonflik, karena umat memang berbeda. Itu wajar. Islam itu seni, seperti
lukisan beraneka warna, berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan warna itu menjadi
indah setelah disatukan kedalam satu lukisan. Umat Islam memang berbeda-beda,
tidak sama, tidak seragam. Tetapi, bagaimana caranya agar perbedaan-perbedaan
itu bisa disatukan sehingga bisa menjadi keindahan, seperti halnya warna-warni
dalam lukisan. Perbedaan itu jangan dibuat pertentangan atau perselisihan,
tetapi harus menjadi persatuan. Sama seperti bangsa kita, Bhineka Tunggal Ika
“berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Seperti juga kata Nabi SAW “Perbedaan
umat itu adalah rohmat”. Di zaman Nabi sendiri kan banyak kelompok, banyak golongan, juga
banyak suku, diantara umat Islam saja ada kelompok Anshor dan Muhajirin. Juga
banyak kelompok-kelompok di luar itu, selain juga banyak suku. Tetapi Nabi bisa
mempersatukan mereka, tanpa harus menghilangkan perbedaan-perbedaan yang ada,
tanpa harus mempertentangkan kelompok-kelompok itu. Islam itu tidak memaksa
orang agar menjadi Islam, tetapi melalui kesadaran, melalui ilmu pengetahuan.
Agama itu semua mengandung kebaikan. Ada kaidah
yang disebut asas lima,
Menghormati sesama manusia, Menjaga akal, Menjaga keturunan, Menjaga kehormatan
sesame manusia dan menjaga hak asasi (jangan saling mengganggu). Seperti halnya yang terjadi di Palestina.
Bukannya konflik antara Palestina dengan Israil itu tidak bisa diselesaikan.
Tetapi karena orang Palestina sendiri tidak mau bersatu, mereka lebih suka
mempertajam perbedaan, lebih suka berselisih dengan perbedaan, ketimbang
mengutamakan persatuan, ka nada Palestina Israel, ada juga Palestina Arab.
Palestina Arab sendiri ada Hamas dan Fatah. Mereka tidak bisa berkesenian
(membuat perbedaan-perbedaan itu menjadi keindahan).
Bagaimana Nabi SAW memberi contoh memperlakukan
kepada mereka yang minoritas?
Di Arab itu penganut agama Nasrani kan sedikit. Tetapi Nabi
melarang umat Islam untuk tidak menghargai yang sedikit itu. Contoh, jangan
sampai gereja dibuat masjid. Gereja ya, gereja. Tidak boleh diganggu, tidak
boleh dibuat masjid. Contoh yang telah dilakukan sayyidina Umar RA, waktu
melakukan perundingan dengan kaisar Romawi di gereja. Saat itu perundingan
berjalan a lot hingga sampai masuk waktu sholat dzuhur. Kaisar menawarkan agar
Sayyida Umar sholat digereja itu, tetapi umar menolak karena khawatir gereja
itu nantinya dianggap sebagai masjid. Karena itu, Umar sholat diluar gereja
setelah ditunjukkan oleh kaisar tempat yang layak untuk sholat.
Bagaimana dengan gagasan pendirian Negara
Islam, seperti yang di wacanakan sejumlah kelompok Islam di Indonesia?
Negara Islam itu sudah menjadi masalalu, sekarang
yang ada saja (NKRI) berdasarkan Pancasila. Yang penting bisa amar ma’ruf nahi
munkar, seperti yang saya katakana tadi. Sederhananya, apapun bentuk negaranya,
yang penting bisa amar ma’ruf nahi munkar, umat Islam bisa berda’wah. Negara
Pancasila ini kan
sudah cukup baik, bisa membuat ketenangan, membuat kedamaian, menciptakan
kerukunan, satu dengan yang lain bisa saling menghormati dan sebagainya.
Indonesia ini adalah bangsa yang Bhineka Tunggal Ika.