Sabtu, 06 Februari 2016

Aliran Khowarij

Pengertian Khowarij

Khawarij adalah bentuk jama’. Mufrodnya adalah khoorij artinya orang yang keluar. Jadi Khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan orang-orang Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Mereka sendiri lebih suka menamakan diri dengan Syurra’ atau Para Penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah : 207. Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah).

Sejarah Munculnya 

Khowarij Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, seluruh kaum muslimin membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, namun gubernur Syam yaitu Muawiyyah bin Abu Sofyan tidak mau membaiatnya, bahkan memberontak dan berusaha merebut kekhalifahan. Maka terjadilah perang Shiffin antara Ali melawan Muawiyyah.
Tentara Syam sudah tersudut dan hampir kalah, untuk menunda kekalahan Amr bin Ash, salah seorang panglima Muawiyah mengusulkan agar Al-Qur’an diikat pada ujung tombak dan menawarkan perundingan damai dengan pihak Ali. Siasat tersebut kemudian dilaksanakan dan berhasil membuat para Qurra (penghafal Al-Qur’an) dari kalangan tentara Ali bin Abi Thalib menghentikan peperangan dan didukung oleh sebagian anggota tentara Ali bin Abi Thalib.

Akhirnya antara pihak Ali dan Muawiyah masing-masing mengirimkan seorang wakil untuk melakukan perundingan arbitrase mencari solusi damai atas pertikaian perebutan kekhalifahan yang sedang terjadi. Khalifah Ali mula-mula menunjuk Abdullah bin Abbas sebagai wakilnya, namun penunjukan Ali tersebut ditolak dan ditentang oleh sebagian tentaranya. Akhirnya pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash.

Kedua juru runding itu sebelumnya sepakat menurunkan Ali dan Muawiyah dari kekhalifahan untuk kemudian mencari orang ke tiga yang akan diangkat sebagai khalifah yang baru. Mula-mula yang pertama naik ke mimbar adalah Abu Musa Al-Asy’ari wakil dari kelompok Ali menyatakan menurunkan Ali dari kekhalifahan. Giliran kedua Amr bin Ash naik ke mimbar, tetapi Amr bin Ash tidak menepati kesepakatan sebelumnya yang telah dibuat. Saat diatas mimbar Amr bin Ash menetapkan Muawiyah sebagai khalifah yang syah. Menyadari kelicikan siasat Amr bin Ash maka hasil arbitrase tersebut tidak diakui oleh pihak Ali.

Sebagian pengikut Ali tiba-tiba menolak dan mengecam arbitrase tersebut dan menyalahkan Ali karena mau melakukan “tahkim” atau arbitrase tersebut. Mereka keluar dari barisan pengikut Ali dan membentuk kelompok sendiri yang dikenal sebagai kelompok khawarij.Mereka berjumlah sekitar 12.000 orang dan memusatkan gerakannya di Harurah, sehingga kelompok ini dikenal juga dengan istilah kelompok Haruriah. Mereka berpendapat bahwa Ali telah menjadi kafir karena mau melakukan tahkim arbritase dan menuntut Ali agar melakukan tobat. Demikian juga mereka mengkafirkan Muawiyah yang dianggap salah satu penyebab pertumpahan darah sesama kaum muslimin.
Kaum khawarij dikenal banyak membaca Al-Qur’an, rajin puasa dan tahajud namun suka berbuat anarkis, merampok baitul mal gubernur Basrah, mengkafirkan dan membunuh orang-orang yang tidak sefaham dengan mereka. Suatu ketika ada khafilah yang berpapasan dengan mereka, kemudian khafilah itu ditanya pendapatnya tentang Ali dan peristiwa arbitrase, khalifah itu memberi penilaian yang baik kepada Ali, maka merekapun membunuhnya dan semua anggota rombongan khalifah termasuk seorang wanita yang sedang hamil. Kelompok Khawarij awal mulanya hanya kelompok politik, tapi kemudian berkembang menjadi aliran ilmu kalam.

Doktrin-doktrin Pokok Aliran Khowarij 

Pokok-pokok pikiran mereka dalam ilmu kalam adalah :
  • Menolak tahkim / arbitrase.
  • Membolehkan Khalifah bukan dari suku Quraisy, bahkan dari kalangan mana saja.
  • Mengharuskan seorang khalifah berbuat adil dan menetapi syariat Islam.
  • Khalifah yang dianggap telah menyimpang dari syariat Islam wajib diturunkan, bila perlu secara paksa dan dibunuh.
  • Melakukan pemberontakan kepada Khalifah yang mereka anggap dzalim dan tidak adil.
  • Menganggap pelaku dosa besar adalah kafir.
  • Membolehkan membunuh golongan diluar kelompoknya.
  • Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
  • Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga dan orang jahat harus masuk neraka).
  • Amar ma’ruf nahi mungkar.
  • Al-qur’an adalah makhluk.
  • Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
D.    Sekte-sekte Aliran Khawarij dan Prinsip-prinsip Ajarannya
Aliran Khawarij dalam perkembangannya pecah menjadi beberapa sekte, yang paling keras adalah sekte Azzariqah dibawah pimpinan Nafi Ibnu Azraq. Golongan ini berpendapat bahwa orang-orang Islam yang tidak sefaham dengan mereka adalah kafir dan akan kekal selama-lamanya dalam neraka, walaupun ia meninggal ketika masih anak-anak. Termasuk dalam sekte ini adalah Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Khalifah Ali ketika sedang sholat Subuh di Kufah. Sedangkan yang paling lunak adalah sekte Ibadiah pimpinan Abdullah bin Ibad yang tidak sampai mengkafirkan dan masih menganggap Islam kelompok diluar mereka. Ada juga sekte-sekte khowarij yang agak lunak seperti kelompok Najdah Ibnu Amir Al-Hanafi dari Yamamah, kelompok Ziad Ibnu Asfar.  Berikut ini adalah beberapa sekte aliran Khowarij dan prinsip-prinsip ajarannya:
1)     Azzariqah
Aliran ini dipimpin oleh Nafi’ ibn al-Azraq yang berasal dari bani hanifah. Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir al-Mu’minin. Mereka merupakan pendukung terkuat madzhab Khawarij yang paling banyak anggotanya dan paling terkemuka di antara semua aliran madzhab ini. Daerah kekuasaan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran
Prinsip yang membedakan aliran Azariqah dari aliran lain adalah:
  • Mereka memandang orang yang berbeda pendapat dengan mereka tidak hanya bukan mu’min, tetapi juga musyrik, kekal dineraka serta halal diperangi dan dibunuh.
  • Mereka berpendapat bahwa anak-anak dari orang yang berbeda paham dengan Azariqah adalah kekal dineraka.
  • Dalam bidang fiqh, mereka tidak mengakui adanya hokum rajam. Alasan mereka, dalam al-Qur’an dan hadits Nabi SAW tidak ditemukan hukuman bagi pelaku zina kecuali hokum jild (cambuk seratus kali)
  • Menurut paham yang ekstrim ini hanya merekalah yang sebenarnya orang islam. Orang islam yang di luar lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi. Oleh karena itu kaum al-Azariqah disebut sebagai Ibn Al-Hazm, selalu mengadakan isti’rad yaitu bertanya tentang pendapat atau keyakinan seseorang. Siapa saja yang mereka jumpai dan mengaku orang islam yang tak termasuk dalam golongan al-Azariqah, mereka dibunuh.
2).  Al-Muhakkimah
Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan al-Muhakkimah. Bagi mereka, Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk ke dalamnya tiap orang yang berbuat dosa besar.
Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan zina telah menjadi kafir dan keluar dari islam. Begitu pula membunuh sesama manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar
3).  Najdah
Sekte ini dinamakan al-Najdah karena dinisbatkan kepada pimpinan terpilihnya, yaitu Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari Yamamah di Arabia Tengah. Terpilihnya Najdah sebagai pemimpin sekte ini tidak terlepas dari sumbangan Abu Fudaik dan kawan-kawannya yang pada awalnya adalah pengikut al-Azraq dari sekte al-Zariqah juga. Para pendiri sekte ini pergi meninggalkan al-Zariqah disebabkan karena mereka tidak dapat menerima beberapa ajaran yang ekstrem dari al-Zariqah. Di antaranya tentang orang yang tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Zariqah adalah musyrik. Dan ajaran yang membolehkan membunuh anak dan isteri orang-orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka.
Bagi mereka orang yang tidak secara aktif mendukung mereka tidaklah dianggap kafir, tetapi hanya sekedar munafik. Mereka memberikan wewenang kepada anggotanya untuk hidup di wilayah lain, sekalipun di luar wilayah kekuasaan Khawarij. Mereka membolehkan anggotanya untuk melakukan taqiyah (yaitu suatu sikap yang menyembunyikan pandangan ke-Najdahannya).
Penganut aliran Najdah berpendapat bahwa mengangkat imam bukan wajib karena syari’at telah menggariskannya, tetapi karena kemaslahatan. Dengan kata lain, jika kaum muslimin telah dapat saling mengingatkan tentang kebenaran dan melaksanakannya, maka mereka tidak membutuhkan adanya imam (khalifah).
d).  Shafriyyah
Penamaan sekte ini juga dinisbatkan kepada tokoh utamanya, yaitu Zaid Ibn al-Asfar. Aliran ini juga dianggap ekstrem seperti al-Zariqah. Di antara pendapat-pendapat mereka juga ada yang terkesan lebih lunak terutama untuk hal-hal berikut ini:
  • Orang Shafriyyah yang tidak berhijrah tidaklah dipandang kafir.
  • Mereka tidak sependapat dengan pendapat yang boleh membunuh anak-anak orang kafir (musrik).
  • Mereka membagi dosa besar menjadi dua, yaitu: Dosa besar yang ada sangsinya di dunia seperti berzina, membunuh, dan mencuri. Dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan shalat dan puasa.
  • Cakupan dar al-harb (daerah yang harus diperangi) juga dibatasi.
  • Kufur tidaklah selamanya keluar dari agama Islam.
  • Taqiyah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk perbuatan.
  • Untuk keamanan diri, seorang wanita muslim boleh kawin dengan satu lelaki kafir, di daerah bukan Islam.
e).  Aljaridah
Aliran ini dipimpin oleh Abdul Karim ibn Ajrad, salah seorang pengikut Athiyyah ibn al-Aswad al- Hanafi yang keluar dari aliran Najdah bersama beberapa pengikutnya dan pergi ke Sijistan. Karena mereka merupakan pecahan dari aliran Najdah, maka banyak paham mereka yang berdekatan dengan paham aliran Najdah.
Diantara pendapat mereka ialah boleh mengangkat seseorang menjadi pemimpin jika diketahui bahwa orang tersebut adalah penganut Khawarij yang bertakwa walaupun ia tidak turut perang. Dalam hal ini pandangan mereka berbeda dengan pandangan aliran Azariqah yang mewajibkan jihad secara terus menerus. Menurut mereka berhijrah hanya merupakan kebajikan.
Selanjutnya kaum Ajaridah ini mempunyai paham puritanisme. Surat Yusuf dalam al-Qur’an membawa cerita cinta dan al-Qur’an, sebagai kitab suci, kata mereka, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dari al-Qur’an.
Sebagai golongan Khawarij lain, golongan Ajaridah ini juga terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil, ini disebabkan adanya perbedaan pendapat disekitar masalah daya yang terdapat didalam diri manusia dan masalah status anak-anak dari orang yang berbeda paham dengan mereka. Perdebatan yang terjadi diantara mereka biasanya bermula dari hal-hal kecil, kemudian meluas kepada masalah-masalah yang lebih besar, dan akhirnya menimbulkan perpecahan ke dalam banyak kelompok. Diantara mereka, yaitu golongan al-Maimuniah, menganut paham qadariyah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan al-Hamziah juga mempunyai paham yang sama. Tetapi golongan al-Syu’aibiah dan al-Hazimiah menganut paham sebaliknya. Bagi mereka tuhanlah yang yang menimbulkan perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah.
f).   Ibadhiyyah
Sekte ini juga dinisbatkan kepada pimpinannya, yaitu ‘Abdullah Ibn Ibad. Sebelumnya, Ibn Ibad adalah pengikut al-Zariqah. Karena tidak bisa menerima pendapat-pendapat ekstrem al-Zariqah, maka ia kemudian memisahkan diri dari kelompok ekstrem itu.
Aliran Ibadhiyyah merupakan penganut paham khawarij yang paling moderat, adil dan luwes.
Sebagian pendapat fiqh mereka diadopsi oleh perundang-undangan Mesir, khususnya dalam masalah kewarisan, yaitu tentang pewarisan karena memerdekakan seseorang. Beberapa pendapat mereka yang menonjol ialah:
  • Orang yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukanlah musrik, tetapi kafir, yaitu kafir akan nikmat, bukan kafir dalam keyakinan, karena orang tersebut tidak mengingkari adanya Allah, tetapi hanya lengah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  • Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah dar al-harb, tetapi tetap dar al-tauhid.
  • Pelaku dosa besar masih tetap muwahhid, yaitu orang yang meng-Esa-kan Tuhan.
  • Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda, senjata, dan perlengkapan perang lainnya
E.     Aliran Khawarij Pada saat ini
Secara formal, Khawarij sudah tidak ada, tetapi secara substansi paradigma pemikiran dan ciri-ciri alirannya masih hidup dan berkembang hingga sekarang.
Pada masa sekarang, pemberontakan bersenjata dan praktik mengafirkan orang Islam telah terjadi di wilayah Arab bagian timur laut pada peralihan abad ke-19 seperti yang ditulis oleh para cendekiawan Islam: Istilah Khawarij berlaku bagi kelompok yang bersimpang jalan dengan orang-orang Islam dan menganggap mereka sebagai orang-orang kafir, seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini dengan para pengikut Ibn ‘Abd al-Wahhâb yang muncul di Najd dan menyerang dua tempat suci umat Islam.
Belakangan ini, beberapa ulama mengritik aliran Wahabi atau “salafî” sebagai kelompok yang secara politik tidak benar. Praktik mengafirkan menjadi ciri utama yang bisa dikenali dari kelompok neo-Khawarij pada masa modern ini. Mereka kelompok yang senang menghantam orang-orang Islam dengan tudingan kafir, bidah, syirik, dan haram, tanpa bukti atau pembenaran selain dari hawa nafsu mereka sendiri, dan tanpa memberikan solusi selain dari sikap tertutup dan kekerasan terhadap siapa pun yang berbeda pendapat dengan mereka.
Mereka sama sekali tidak ragu-ragu menjatuhkan hukuman mati terhadap orang-orang yang mereka tuduh kafir, sehingga mereka benar-benar telah meremehkan kesucian jiwa dan kehormatan saudara-saudara mereka sendiri. Imam al-Nawawî berkata, “Orang-orang ekstrem merupakan kelompok fanatik yang sudah melampaui batas, dalam ucapan maupun perbuatan,” dan “keras pendirian.” Melakukan praktik takfîr terhadap sesama muslim merupakan ciri kelompok Khawarij.
Mereka mencampuradukkan berbagai hal menurut selera mereka, asalkan sesuai dengan kepentingan mereka. Bahkan, mereka tidak memiliki latar belakang ilmu-ilmu keislaman sedikit pun, dan mereka menggunakan ayat-ayat Al-quran mengenai orang-orang kafir keluar dari konteksnya, dan menerapkannya kepada orang-orang Islam. Seperti yang disebutkan sebelumnya, orang-orang Khawarij tidak terbatas pada masa tertentu, tetapi merupakan karakter yang melekat pada kelompok atau orang yang keluar dari batas-batas agama, dengan menuduh orang Islam sebagai kafir.
Inilah metode yang dikembangkan oleh kelompok Khawarij, dulu dan kini, dan kemunculan anak-anak muda Khawarij yang menyesatkan itu telah disinggung 1400 tahun yang lalu oleh Nabi Muhammad saw. Kelompok Khawarij dewasa ini terdiri dari para pengikut aliran Wahabi atau “Salafi”. Mereka sangat aktif menyebarluaskan kepalsuan ajaran mereka dengan propaganda besar-besaran, melalui ceramah di masjid, internet, televisi, atau penyebarluasan video, koran, buku, majalah, dan brosur. Sementara itu, mereka menekan dan menyembunyikan kebenaran ajaran-ajaran Islam klasik yang menjadi arus utama umat Islam, dan berkomplot untuk membungkam siapa pun yang menentang sikap ekstrem mereka.

Sumber,
Teungku M. Hasbi Ash-Shiddieqy. 1972, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Yogyakarta: PT Pustaka Rizki Putra,
Harun Nasution. 1986, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta:UI Press,
Prof. DR. Imam Muhammad Abu Zahrah. 1996, Alirah Politik dan aqidah dalam Islam, Jakarta: Logos Publishing House,
Dr. Abdul Rozak, M.Ag., dan Dr. Rosihon, M.Ag. 2001, “Ilmu Kalam”. Bandung :Pustaka Setia.