Santri Jangan Mau Kalah dengan Mbah Google
Keberadaan Pondok Pesantren di Indonesia sekarang ini
sudah sangat banyak, perannya dalam berbangsa dan bernegara juga sangat
diperhitungkan. Dari sekian banyak pesantren yang tersebar di Indonesia
tentunya banyak menghasilkan alumni-alumni yang tidak sedikit pula. Ketika
mereka sudah tiba di tengah-tengah masyarakat, tentunya juga di harapkan peran
dan kepeduliannya terhadap urusan-urusan agama di daerahnya masing-masing,
syukur-syukur tidak hanya dalam masalah agama.
Peran keagamaan santri harusnya maksimal, karena era
ini santri menghadapi gelombang pergeseran nilai di tengah-tengah masyarakat
akibat perkembangan teknologi. Santri harus hadir dan mampu memberikan
pencerahan komprehensif kepada masyarakat tentang keagamaan.
Santri harus bisa menjaga masyarakat jangan sampai mereka teracuni oleh
perkembangan teknologi dengan menanyakan masalah diniyah (keagamaan) melalui
internet (baca; mbah google wa akhowatihi). Jangan sampai masyarakat lebih
percaya kepada mbah google wa akhowatihi dari pada santri yang
sanad keilmuannya jelas.
Sebenarnya tidak masalah sih mencari-cari pengalaman
atau informasi keagamaan lewat dunia maya baik lewat search Google atau yang
lainnya seperti lewat media-media sosial, hanyasaja perlu dikaji lagi tentang
kebenaran suber-sumbernya.
Begitupun dalam menghadapi berita palsu (hoax)
yang sering muncul di internet, khususnya di media sosial, Santri harus bisa
berperan memberikan penjelasan untuk meluruskan pemahaman masyarakat dengan
memberikan konten-konten penangkal yang sehat. Jangan malah ikut terombang
ambing, itu santri kalah dan keinjik-injik namanya.
Untuk itu santri harus terus tekun belajar dan menambah wawasan keagamaaan
(meskipun sudah tidak di pesantren lagi) dari sumber-sumber yang valid, dari
al-Qur’an, kitab-kitab Hadits dan kitab-kitab hasil ijtihad para ulama yang
kredible dan diakui keilmuannya, juga diketahui dari mana dia belajar, karena
agama harus di ambil dari orang-orang yang jelas keilmuannya. ”Sesungguhnya
ilmu ini adalah agama, maka lihatlah dari siapakah kalian mengambil agama
kalian”. [Muhammad ibn Sirin Diriwayatkan oleh Muslim].