Kriteria Mujtahid
Lafadz Mujtahid adalah Isim Fa’il dari
Fi’il Madli Ijtahada yang berarti mencurahkan tenaga, pikiran atau
kemampuan. Jadi Mujtahid berarti orang yang
mencurahkan tenaga, pikiran atau kemampuan. Dalam istilah fiqh, mujtahid
berarti orang yang mencurahkan tenaga, pikiran atau kemampuan untuk
meng-istinbath hokum dari al-Qur’an dan al-Hadits. Pekerjaan ini tidaklah mudah
karena selain harus memiliki keahlian paten dalam bidang tersebut, juga harus
mempunyai aqidah yang benar dan niat yang ihlas karena Allah. Dengan kata lain
tujuannya mencari hokum demi kemaslahatan seluruh umat manusia, bukan untuk
mencari pangkat serta mengejar kedudukan duniawi. Setidaknya, untuk ber-ijtihad
seseorang harus memiliki dasar kemampuan sebagai berikut;
- Memahami dan menguasai al-Qur’an, dari ayat-ayat yang khos, yang ‘am, yang muqoyyad, yang muthlaq, menguasai persoalan nasikh dan mansukh dan menguasai juga asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Agar tidak menyimpulkan suatu hokum dari satu ayat tetapi bertentangan dengan ayat yang lain.
- Menguasai dan memahami al-Hadits sebagai sumber hokum kedua setelah al-Qur’an, baik dari segi sababul wurudnya, riwayatnya, matannya dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan al-Hadits. Mengapa? Karena yang paling berhak menjelaskan ayat-ayat al-Qu’an adalah Rasulullah saw, maka apabila tidak memahami dan menguasai al-Hadits di takutkan akan menyimpulkan suatu hokum dari satu hadits tetapi bertentangan dengan hadits lain dan atau al-Qur’an.
- Mengetahui atau menguasai ijma’us shohabah. Agar dalam menentukan hokum tidak bertentangan dengan apa yang telah disepakati oleh para sahabat, karena memang mereka-merekalah yang lebih mengetahui tentang syari’at Islam. Sebab merekalah yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw, dan mengetahui sebab-sebab turunnya al-Qur’an dan timbulnya suatu hadits.
- Memahami Qiyas dan menguasai metodenya atau cara menggunakannya dalam usaha menghasilkan sebuah hokum.
- Menguasai Bahasa Arab dan grametikanya secara mendalam, seperti ilmu Nahwu, Shorof, Balaghoh dan yang lainnya. Hal ini karena al-Qur’an dan al-Hadits berbahasa Arab. Sehingga tidak mungkin seseorang akan memahami al-Qur’an dan al-Hadits tanpa menguasai bahasa arab secara mendalam.
- Dan beberapa persyaratan lain sebagaimana dijelaskan secara terperinci dalam ilmu ushul fiqh dan kitab-kitab lain yang membahas secara luas tentang masalah ijtihad.
Perlu di pahami, bahwa kriteria dan persyaratan diatas bukan
bermaksud mempersulit seseorang dalam hal ijtihad atau menggali hokum dari
al-Qur’an dan al-Hadits. Tetapi agar hasil penggalian hukumnya benar-benar
dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah. Melihat kriteria dan persyaratan
yang cukup ketat ini, sepertinya hamper tidak ada seseorang yang dapat
memenuhinya secara utuh. Tetapi masing-masing orang memiliki kelebihan dan kekurangan
yang tidak ada pada yang lainnya. Bisa saja seseorang hanya memenuhi
sebagiannya saja, sementara yang lainnya dapat memenuhinya secara utuh. Oleh
karena itu ada pembagian atau tingkatan-tingkatan dalam mujtahid, yaitu;
1. Mujtahid
Muthlaq/Mustaqil, yaitu mujtahid yang mampu
menciptakan, mencerna dan mengembangkan sendiri kaidah-kaidah dalam menggali
hokum. Seperti Imam Hanafi (80-150 H), Imam Malik (93-179 H), Imam Syafi’I
(150-204 H), Imam Hambali (164-241 H), dll.
2. Mujtahid
Muntasib/Muthlaq ghoiru Mustaqil, yaitu Mujtahid
yang melakukan penggalian hokum dengan metode dan kaidah yang telah diciptakan
oleh pendahulunya atau imam yang di ikutinya, seperti Imam al-Muzanni dan Imam
al-Buwaithi dari madzhab Syafi’i. Muhammad bin Hasan dan Abu Yusuf dari madzhab Hanafi dll.
3. Mujtahid
Muqoyyad, yaitu seseorang yang menggali hokum dari
persoalan-persolan yang belum pernah dibahas oleh imam mujtahidnya, misalnya
seperti Imam al-Karkhi, as-Sarokhsi, al-Bazdawi, Abi Ishaq as-Sairozi dll.
4. Mujtahid
Madzhab/Fatwa, yaitu Mujtahid yang mengikuti metode
dan cara istinbath hokum imamnya, juga produk hokum dari imamnya. Jelasnya dia
hanya menyeleksi pendapat imamnya, mana yang shohih dan yang lemah. Misalnya
Imam Ghozali dan Imam Juwaini dari madzhab Syafi’i.
5. Mujtahid
Tarjih, yaitu mujtahid yang melakukan seleksi dalam
madzhab tertentu, dengan memilih pendapat yang paling unggul dalilnya atau yang
paling sesuai dengan tuntutan maslahatul ‘ammah. Seperti Imam Rofi’i, Imam
Nawawi dalam madzhab Syafi’i.