Kamis, 24 September 2015

Hukum Korban dan Kaitannya

Menurut madzhab Maliki, Syafi’i dan Hanbali, Kurban hukumnya Sunnah Mu’akkad, konsekwensinya, kalau di tinggalkan (tidak berkorban) hukumnya makruh. Ketiga madzhab tersebut hanya madzhab Maliki yang membatasi kesunahan-muakkad kurban hanya untuk orang-orang islam yang sedang tidak berhaji, kalau mereka sedang berhaji maka tidak apa-apa (tidak makruh) kalau tidak berkorban.
Kalau menurut Imam Hanafi, Kurban hukumnya wajib atas muqimin (orang-orang yang sedang tidak dalam perjalanan). Sedangkan atas musafir (orang-orang yang sedang dalam perjalanan) kurban tidak wajib. Berbeda dengan apa yang di katakan oleh para pendukungnya, yaitu, Abu Yusuf dan Muhammad, keduanya mengatakan kalau kurban itu tidak wajib. (Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid juz. 1, hlm. 429). Tetapi mereka semua sepakat bahwa setatus korban bisa menjadi wajib apabila ada unshur nazhar, seperti mengatakan:” demi Allah, wajib atas saya berkorban dengan hewan ini”. Atau mengatakan hewan ini aya jadikan korban. (ad-durrul mukhtar, juz 5, hal 219, Mughnil muhtaj, juz 4, hal 252)

Secara garis besar, yang harus diperhatikan dalam masalah korban ini adalah, Orang yang berkorban, Waktu Korban, dan Hewan Korbannya.

A.     Orang yang berkorban. Orang yang mendapat kesunahan berkorban adalah, orang Islam, yang mukallaf, yang merdeka, pandai (bukan syafih), dan mampu. Menurut Imam Syafi’i, orang mampu dalam hal ini  adalah Orang yang memiliki harta lebih yang cukup untuk membeli hewan korban pada hari raya Idul Adha. Dan harta lebih tersebut ketika di gunakan untuk membeli hewan korban tidak mengganggu kebutuhan pokok hidupnya dan orang yang dalam tanggung jawabnya. Imam Abu Hanifah berkata, adalah Orang yang memiliki harta lebih senilai nisabnya harta (200 dirham), dan harta tersebut tidak menggangu kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan) serta kebutuhan orang orang yang menjadi tanggung jawabnya. Imam Malik berkata, adalah Orang yang memiliki harta lebih, maksudnya ketika di gunakan untuk membeli hewan korban tidak mengganggu kebutuhan pokok dalam satu tahun. Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hambal adalah Orang yang memiliki harta yang cukup untuk membeli hewan korban, sekalipun dengan cara berhutang, tetapi nantinya ia memiliki keyakinan bahwa mampu untuk mengembalikan.

B.     Waktu Korban. Mazhahibul Arba’ah sepakat, bahwa waktu penyembelihan hewan korban dimulai sejak selesainya Sholat ‘Ied dan waktu yang paling utama adalah pada hari pertama (pada hari raya ‘idul adha) sampai tergelincirnya matahari kearah barat.  Kemudian maksud sabda Rasulullah SAW, “setelah sholat Ied” ini, di perselisihkan oleh para ulama’.

Menurut Imam Syafi’I dan Imam Hanbali, setelah dilaksankannya sholat ‘id dan dua khutbah. Pendapat ini berdasarkan Hadits Nabi shollallohu alaihi wasallam, Dari shahabat Bara’ bin ‘azib, berkata, Rasulallah SAW telah bersabda: Sesungguhnya waktu kami memulai (memotong hewan korban) adalah waktu ini, (yaitu): Sesungguhnya kami mengerjakan sholat ‘id, kemudian kami pulang, kemudian kami melaksanakan penyembelihan hewan korban. Barang siapa melaksanakan seperti ini maka ia mendapat kesunahan kami, dan barang siapa melaksanakan sebelumnya (melaksankan sholat) maka (hewan yang di potong) menjadi daging yang di peruntukan untuk keluarga, dan bukan termasuk ibadah (korban). (HR.Bukhori).

Menurut Imam Malik setelah sholat Ied dan khutban, dan setelah selesainya imam memotong hewan korban. Pendapat Imam Malik ini berdasarkan Hadits Riwayat Muslim, yaitu Dari Jabir bi ‘abdullah ra, berkata: Rasulallah SAW sholat bersama kami di madinah pada hari raya ‘idul adha, kemudian dating seorang laki laki, kemudian laki laki tersebut memotong hewan korbannya, karena menyanga bahwa Rasulallah SAW telah memotong hewan korban, kemudian Rasulallah SAW memerintahkan: barang siapa yang memotong hewan korban sebelum laki laki ini maka ulangilah korbannya denag korban yang lain, dan jangan kamu semua berkorban sehingga Nabi SAW berkorban. (HR.Muslim)

Menurut Imam Abu Hanifah dan Ats-Tsauri, Menyembelih hewan korban boleh dilakukan setelah sholat Ied dan sebelum Imam memotong hewan korban. Imam Hanafi juga memperbolehkan penyembelihan hewan korban setelah terbitnya fajar pada hari raya ‘idul adlha bagi orang-orang yang bertempat tinggal di pedalaman. Pendapat Imam Abu Hanifah Ini berdasarkan Hadist Nabi SAW, yaitu, Dari sahabat Anas berkata, Rasulallah SAW bersabda: Barang siapa memotong hewan sebelum sholat, maka hewan itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa memotong setelah sholat maka benar benar telah sempurnya ibadahnya, dan mendapat kesunahan seluruh orang muslim. (HR. Imam Bukhori).

Adapun waktu berakhirnya penyembelihan hewan korban, menurut imam Syafii adalah sampai tenggelamnya matahari pada hari ketiga setelah hari raya. Sedangkan menurut imam Malik, Imam Hanafi dan Imam Hanbali adalah sampai tenggelamnya matahari pada hari kedua setelah hari raya. Sesuai sabda Rasulallah shallallahu alaihi wasallam: Dan telah bercerita kepadaku Yahya dari Malik dari Nafi’, bahwa Abdullah Ibnu Umar berkata: Korban (berakhir) pada dua hari setelah hari raya ‘idul adha. Yahya juga bercerita kepadaku dari Malik, bahwa telah sampai juga hadits seperti itu kepadanya dari Ali bin Abi Tholib. (Muwattho’ juz. 3 hlm. 435)

C.       Hewan Korban. Hewan-hewan yang boleh dijadikan korban adalah, a). dari jenis binatang ternak seperti: Unta, Sapi, kerbau, atau Kambing, baik jantan atau betina, b). yang sehat atau tidak cacat yang sampai berpengaruh pada berkurangnya daging, diantara cacat yang tidak diperbolehkan adalah, sebagaimana sabda Rasulallah SAW : “Dari sahabat Bara’ bin ‘Azib berkata: Rasulallah saw telah bersabda: ada empat hewan cacat yang tidak sah untuk berkorban: cacat pada matanya (hilang matanya satu atau kedua duanya), sakit yang Nampak, pincang yang Nampak sebab kakinya begkok, kurus dan lemah yang tidak bisa sembuh”. c).yang telah cukup umur. Batasan umur hewan yang cukup untuk korban adalah, kalau Unta, di saratkan berumur 5 tahun masuk umur ke 6. Sapi, di saratkan berumur 2 tahun masuk umur ke 3. Kambing  domba, di saratkan berumur 1 tahun masuk umur ke 2. Kambing kacang, di saratkan berumur 2 tahun masuk umur ke 3